Rabu, 19 Maret 2014

#1 RESUME BAHASA INDONESIA

Salah satu aspek mengenai kebudayaan perilaku individu adalah Bahasa. Bahasa sendiri mempunyai makna sebuah alat komunikasi yang dapat mengekspresikan perasaan dan pikiran. Mampu mewakili keinginan, harapan, bahkan impian dari seseorang.

Bahasa Indonesia sendiri merupakan perkembangan dari bahasa Melayu yang kemudian mendapat serapan-serapan kata dari bahasa daerah ataupun bahasa asing yang tentunya melalui proses penyeleksian atas dasar unsur fenotis/fonologis dan morfologis.

Dapat kita lihat bahwa berbahasa Indonesia yang baik dan benar adalah yang menerapkan sebuah kaidah dalam berbahasa. Kaidah bagaimana kita membedakan dengan siapa kita berbicara ataupun kata apa yang akan kita gunakan dalam berbahasa, karena pada dasarnya berbahasa itu menunjukkan bagaimana tabiat seseorang serta tingkat kesopanannya.

Dari yang terlihat, bahasa sekarang sudah mulai mengalami pergeseran dalam keeksistensiannya. Bahasa terkalahkan oleh sebuah “kegengsian”. Makin modern, bahasa dinilai makin terlupakan oleh orang-orang yang seharusnya melestarikannya.

“Apakah kita Putra Putri Bangsa Sang Penerus Garuda dapat memperbaikinya?”


@aapangestu, 2014.

#1. SELAMAT PERGI UNTUK KEMBALI

“Aku ingin menjadi seorang Abdi Negara..”

 Melihatnya berdiri gagah dengan seragam lengkapnya membuatku terenyuh, seakan kenangan beberapa bulan lalu mengajakku kembali bertemu dengannya. Impiannya sudah semakin dekat, itu artinya semakin banyak pula tanggung jawab yang akan ia dapat. 

Ucapanmu yang tiba-tiba itu membuat mataku terkisap. Ingatkah saat kita duduk berdampingan di halaman depan? Kau mengatakan kepadaku tentang impian demi impian yang sudah kau tuliskan dalam sebuah goresan, Membahagiakan dua orang yang sangat kau hormati, Hidup demi Ibu Pertiwi, Menjadi saksi untuk Negeri ini, bahkan impianmu menjadi Imam untuk Tulang rusukmu nanti.

Seorang taruna yang senyumnya tersembunyi di dalam sudut empat puluh lima derajat. Yang berjalan tegak, lurus tanpa boleh menoleh kebelakang meski hanya untuk sekali saja.

“Aku mendukung apapun impianmu, tapi apa menjadi Abdi Negara tidakkah terlalu beresiko?”
Yang Kudapat? Hanya senyum manis dari bibirmu.

Tidakkah kau tahu bagaimana arti dari sebuah jarak selalu mengingatkan aku untuk tidak berhenti melantunkan untaian do’a dalam setiap Sujudku kepada-Nya? Dan kenapa aku begitu ingin terus terikat dalam rantai-rantai hatimu?

“Aku ikhlaskan Kau mengabdi untuk Ibu Pertiwi. Aku izinkan kau untuk pergi, tapi maukah kau berjanji? Kau harus kembali.”

@aapangestu, 2014.

"Untuk siapa? Untukku."



Pergilah dari mataku untuk sesaat, untuk mengabdi bersama waktu.
Tak perlu ahli sejarah untuk mengatasnamakan hikayat.
Aku pemiliknya, pengampu cerita tanpa judul.
Dua kilometer jarak yang memisahkanku sendiri dengamu. Rasanya sangat hangat dan damai, ketika keesokan harinya kutemukan senyum dari hatimu untuk bayanganku. Sekarang izinkan aku sejenak hilang. Mencari sejarah dan kebenaran. Menjauh untuk mendekat padamu.
“Tak akan lama, sebenarnya aku juga sedikit enggan, tapi tidak bisa. Aku harus pergi.”
“Jaga hati, jaga diri, cepat pulang.”
“Aku harap seperti itu. Hanya saja untuk apa, untuk siapa?”
“Untukku.”
------Kutipan; Koella, Herlinatiens. 2006