Senin, 07 Juli 2014

#4. KETIKA DIRIMU MENEMUKAN JALAN YANG LAIN.

Kita bertemu di antara langit senja. Langit luas yang menaungi seluruh jagat raya. Tak pernah terpikir olehku dapat bertemu lelaki gagah sepertimu. Yang dapat berubah seketika menjadi konyol saat berdua denganku. Kau itu sama seperti langit, sama-sama menaungi. Apabila langit menaungi seluruh manusia di bumi, maka kaupun juga menaungi manusia. Dan manusia itu bernama Aku,

Masa-masa peralihan itu kita lewati bersama. Peralihan saat mencari siapa sebenarnya kita ini. Kita sama-sama dilahirkan dari rahim seorang perempuan yang kuat serta hebat. Perempuan yang menginginkan anak-anaknya suatu saat kelak dapat hidup bahagia. Perempuan itu sama-sama kita panggil Ibu. Ibumu menginginkan anak lelaki pertamanya berkecimpung dalam dunia militer sedang ibuku menginginkan anak perempuan terakhirnya berada dalam bidang kesehatan. Sederhana bukan? Hanya keinginan seorang Ibu.

Demi hormatmu terhadap perempuan yang telah melahirkanmu, maka kaupun memutuskan untuk masuk kedalam dunia militer. Tahun pertama masuk kau baik-baik saja, karena aku yakin kau daalah lelaki yang kuat. Untuk masalah fisik kau tak perlu diragukan lagi, tapi masalah hati? Aku belum mampu menjawabnya. Didikan orangtuamu yang keras itu menjadikan dirimu menjadi sosok yang keras pula.

Hari itu hari jumat, tepat setelah para lelaki menuntaskan kewajibannya terhadap sang maha kuasa, kau datang. Masih dengan seragam lengkapmu kau berjalan mendekat kearahku. Dengan wajah penuh peluh tapi aku tetap mengenalimu sebagai lelakiku.
“Maaf, aku menemukan jalan hidupku yang lain..”
Seketika hatiku menggeram hebat, pikiranku membeku dan otakku berhenti berpikit. Inikah akhirnya? Apa arti perjuangan diri kita masing-masing?
“Bukan, bukan.. kau jangan berpikiran macam-macam. Jalan hidupku yang lain adalah Pendidikanku..”

Tidak, dia tidak sejahat itu. Pendidikannya merenggut seluruh perhatiannya. Bahkan aku tidak mampu mengalihkannya. Aku sadar, ia merupakan seseorang yang tak mampu membagi perhatiannya.

Aku diduakan oleh pendidikannya, itu berarti aku diduakan dengan Ibu Pertiwi tentu saja aku kalah. Tak apa aku kalah, karena ini juga demi masa depannya. Teruskan saja perjuanganmu, akan kutunggu kau dari sekarang. Persiapkan hati utuhmu untukku, dan akan kupersembahkan pula hati ini untukmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar