Aku melihatmu dengan sederhana. Sesederhana kau berjalan di
jalan setapak yang penuh dengan air kubangan itu untuk mengambil sapu tangan
merahku.
Aku melihatmu dengan sederhana. Sesederhana aku membawakan
tas dinas milikmu ketika aku mengantarmu kedepan gerbang tembok akademimu.
Aku melihatmu dengan sederhana. Sesederhana kau menggandeng
kedua tanganku ketika kita berjalan beriringan kedepan teman-temanmu.
Aku melihatmu dengan sederhana. Sesederhana aku membawakan
makanan kesukaanmu ketika kita bertemu.
Aku melihatmu dengan sederhana. Sesederhana ketika kita
duduk berdua dibawah langit sore yang mendung itu.
Aku melihatmu dengan sederhana. Sesederhana aku
merapihkan kemeja dinasmu dengan kedua tanganku.
Kita bertemu dengan
sederhana. Sesederhana ketika perhatian itu muncul diantara kita berdua tanpa kita sempat untuk mencegahnya.
Kita bertemu dengan sederhana. Sesederhana ketika perhatian
itu berubah menjadi sebuah rasa yang lebih sakral yang bisa kusebut itu sayang.
Kita menjalaninya dengan sederhana, menjalani semuanya tanpa
menuntut apa-apa.
Kesederhaan ini muncul diantara perbedaan yang nyata,
terbungkus rapi dengan sebuah kejujuran tanpa ada satu pun celah didalamnya.
Rangkaian kata demi kata dalam sebuah kalimat cinta itu
tidak menandakan apa-apa, begitu katamu. Karena aku tahu, kau tak pandai
membuat rangkaian kata seperti bahwasanya yang lainnya.
Setiap hal yang kita lakukan bukanlah hal mewah yang pantas
untuk diperlihatkan, tapi setiap hal yang kita lakukan selalu membuat cerita
manis didalam pikiran.
Karena sesungguhnya, sayang kepada orang lain itu tidaklah
harus berlebihan. Asal keduanya sama-sama berjuang.
© aapangestu, May.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar